BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Karyawan dan perusahaan merupakan dua hal yang tidak bisa dipisahkan.
Karyawan memegang peran utama dalam menjalankan roda kehidupan perusahaan.
Apabila karyawan memiliki produktivitas dan motivasi kerja yang tinggi, maka
laju roda pun akan berjalan kencang, yang akhirnya akan menghasilkan kinerja
dan pencapaian yang baik bagi perusahaan. Di sisi lain, bagaimana mungkin roda
perusahaan berjalan baik, kalau karyawannya bekerja tidak produktif, artinya
karyawan tidak memiliki semangat kerja yang tinggi, tidak ulet dalam bekerja
dan memiliki moril yang rendah serta mengalami stres kerja.
Adalah menjadi tugas manajemen agar karyawan mengelola stres kerja dan memiliki semangat kerja dan moril yang tinggi serta ulet dalam bekerja. Biasanya karyawan yang puas dengan apa yang diperolehnya dari perusahaan akan memberikan lebih dari apa yang diharapkan dan ia akan terus berusaha memperbaiki kinerjanya. Sebaliknya karyawan yang kepuasan kerjanya rendah, cenderung melihat pekerjaan sebagai hal yang menjemukan dan membosankan, sehingga ia bekerja dengan terpaksa dan asal-asalan. Untuk itu merupakan keharusan bagi perusahaan untuk mengenali faktor-faktor apa saja penyebab stres kerja dan yang membuat karyawan puas bekerja di perusahaan. Dengan tercapainya kepuasan kerja karyawan dan terhindarnya stres kerja maka produktivitas pun akan meningkat.
Adalah menjadi tugas manajemen agar karyawan mengelola stres kerja dan memiliki semangat kerja dan moril yang tinggi serta ulet dalam bekerja. Biasanya karyawan yang puas dengan apa yang diperolehnya dari perusahaan akan memberikan lebih dari apa yang diharapkan dan ia akan terus berusaha memperbaiki kinerjanya. Sebaliknya karyawan yang kepuasan kerjanya rendah, cenderung melihat pekerjaan sebagai hal yang menjemukan dan membosankan, sehingga ia bekerja dengan terpaksa dan asal-asalan. Untuk itu merupakan keharusan bagi perusahaan untuk mengenali faktor-faktor apa saja penyebab stres kerja dan yang membuat karyawan puas bekerja di perusahaan. Dengan tercapainya kepuasan kerja karyawan dan terhindarnya stres kerja maka produktivitas pun akan meningkat.
B. Rumusan Masalah
1.
Pengertian Stres Kerja, Kepuasan Kerja dan Kinerja Karyawan
2.
Faktor-faktor Penyebab Stres, Dampak Stres kerja pada pegawai dan dampak
stres pada perusahaan dan mengelola stres.
C. Tujuan Pembahasan
1.
Agar mahasiswa mengetahui pengertian dari stres kerja
2.
Agar mahasiswa mengetahui dampak dari pada stres kerja
3.
Agar mahasiswa mengetahui cara mengatasi stres kerja.
BAB II
PEMBAHASAN
Kajian Empiris
Perkembangan ekonomi yang cepat, perampingan
perusahaan, PHK, merger dan bangkrutnya beberapa perusahaan sebagai akibat dari
krisis yang berkepanjangan telah menimbulkan dampak yang sangat merugikan bagi
ribuan bahkan jutaan tenaga kerja. Mereka harus rela dipindahkan kebagian yang
sangat tidak mereka kuasai dan tidak tahu berapa lama lagi mereka akan dapat
bertahan atau dipekerjakan. Selain itu mereka harus menghadapi boss baru,
pengawasan yang ketat, tunjangan kesejahteraan berkurang dari sebelumnya, dan harus
bekerja lebih lama dan lebih giat demi mempertahankan status sosial ekonomi
keluarga. Para pekerja di setiap level mengalami tekanan dan ketidakpastian.
Situasi inilah yang seringkali memicu terjadinya stress kerja.
Hasil Penelitian
Menurut penelitian Baker dkk (1987), stress
yang dialami oleh seseorang akan merubah cara kerja sistem kekebalan tubuh.
Para peneliti ini juga menyimpulkan bahwa stress akan menurunkan daya tahan
tubuh terhadap serangan penyakit dengan cara menurunkan jumlah fighting desease
cells. Akibatnya, orang tersebut cenderung sering dan mudah terserang penyakit
yang cenderung lama masa penyembuhannya karena tubuh tidak banyak memproduksi
sel-sel kekebalan tubuh, ataupun sel-sel antibodi banyak yang kalah.
Dua orang peneliti yaitu Plaut dan Friedman
(1981) berhasil menemukan hubungan antara stress dengan kesehatan. Hasil
penelitian tersebut membuktikan bahwa stress sangat berpotensi mempertinggi
peluang seseorang untuk terinfeksi penyakit, terkena alergi serta menurunkan
sistem autoimmune-nya. Selain itu ditemukan pula bukti penurunan respon
antibodi tubuh di saat mood seseorang sedang negatif, dan akan meningkat naik
pada saat mood seseorang sedang positif.
Peneliti yang lain yaitu Dantzer dan Kelley
(1989) berpendapat tentang stress dihubungkan dengan daya tahan tubuh. Katanya,
pengaruh stress terhadap daya tahan tubuh ditentukan pula oleh jenis, lamanya,
dan frekuensi stress yang dialami seseorang. Peneliti lain juga mengungkapkan,
jika stress yang dialami seseorang itu sudah berjalan sangat lama, akan membuat
letih health promoting response dan akhirnya melemahkan penyediaan hormon adrenalin
dan daya tahan tubuh.
Banyak sudah penelitian yang menemukan adanya
kaitan sebab-akibat antara stress dengan penyakit, seperti jantung, gangguan
pencernaan, darah tinggi, maag, alergi, dan beberapa penyakit lainnya. Oleh
karenanya, perlu kesadaran penuh setiap orang untuk mempertahankan tidak hanya
kesehatan dan keseimbangan fisik saja, tetapi juga psikisnya.
Kajian Teoris
A. Pengertian Stres Kerja
Menurut Anwar (1993:93) Stres kerja adalah suatu perasaan yang menekan atau
rasa tertekan yang dialami karyawan dalam menghadapi pekerjaannya.
Menurut Pandji Anoraga (2001:108), stres kerja adalah suatu bentuk
tanggapan seseorang, baik fisik maupun mental terhadap suatu perubahan di
lingkunganya yang dirasakan mengganggu dan mengakibatkan dirinya terancam.
Menurut Schuler : 1980, stres adalah suatu kondisi dinamik yang didalamnya
seorang individu dikonfrontasikan dengan suatu peluang, kendala (constraints),
atau tuntutan (demands) yang dikaitkan dengan apa yang sangat diinginkannya dan
yang hasilnya dipersepsikan sebagai tidak pasti dan penting. “Stres adalah
suatu kondisi dimana keadaan tubuh terganggu karena tekanan psikologis. Biasanya
stres dikaitkan bukan karena penyakit fisik tetapi lebih mengenai kejiwaan.
Akan tetapi karena pengaruh stres tersebut maka penyakit fisik bisa muncul
akibat lemahnya dan rendahnya daya tahan tubuh pada saat tersebut.”
Beehr dan Franz (dikutip Bambang Tarupolo, 2002:17), mendefinisikan stres
kerja sebagai suatu proses yang menyebabkan orang merasa sakit, tidak nyaman
atau tegang karena pekerjaan, tempat kerja atau situasi kerja yang tertentu.
Menurut Charles D, Spielberger (dalam Ilandoyo, 2001:63) menyebutkan
bahwa stres adalah tuntutan-tuntutan eksternal yang mengenai seseorang, misalnya
obyek-obyek dalam lingkungan atau suatu stimulus yang secara obyektif adalah
berbahaya. Stres juga biasa diartikan sebagai tekanan, ketegangan atau gangguan
yang tidak menyenangkan yang berasal dari luar diri seseorang.
bahwa stres adalah tuntutan-tuntutan eksternal yang mengenai seseorang, misalnya
obyek-obyek dalam lingkungan atau suatu stimulus yang secara obyektif adalah
berbahaya. Stres juga biasa diartikan sebagai tekanan, ketegangan atau gangguan
yang tidak menyenangkan yang berasal dari luar diri seseorang.
B. Kategori Stres Kerja
Menurut Phillip L (dikutip Jacinta, 2002), seseorang dapat dikategorikan
mengalami stres kerja bila:
1. Urusan stres yang dialami melibatkan juga
pihak organisasi atau perusahaan tempat individu bekerja. Namun penyebabnya
tidak hanya di dalam perusahaan, karena masalah rumah tangga yang terbawa ke
pekerjaan dan masalah pekerjaan yang terbawa ke rumah dapat juga menjadi
penyebab stress kerja.
2. Mengakibatkan dampak negatif bagi
perusahaan dan juga individu.
3. Oleh karenanya diperlukan kerjasama antara
kedua belah pihak untuk menyelesaikan persoalan stres tersebut.
C. Gejala Stres Kerja
Cary Cooper dan Alison Straw (1995:8-15) mengemukakan gejala stres
dapat berupa tanda-tanda berikut ini:
dapat berupa tanda-tanda berikut ini:
1. Fisik, yaitu nafas memburu, mulut dan
kerongkongan kering, tangan
lembab, rnerasa panas, otot-otot tegang, pencemaan terganggu, sembelit, letih yang tidak beralasan, sakit kepala, salah urat dan gelisah.
lembab, rnerasa panas, otot-otot tegang, pencemaan terganggu, sembelit, letih yang tidak beralasan, sakit kepala, salah urat dan gelisah.
2. Perilaku, yaitu perasaan bingung, cemas dan
sedih, jengkel, saiah paham,
tidak berdaya, tidak mampu berbuat apa-apa, gelisah, gagal, tidak menarik,
kehilangan semangat, sulit konsentrasi, sulit berfikir jemih, sulit membuat
kcputusan, hilangnya kreatifitas, hilangnya gairah dalam penampilan dan
hilangnya minat terhadap orang lain.
tidak berdaya, tidak mampu berbuat apa-apa, gelisah, gagal, tidak menarik,
kehilangan semangat, sulit konsentrasi, sulit berfikir jemih, sulit membuat
kcputusan, hilangnya kreatifitas, hilangnya gairah dalam penampilan dan
hilangnya minat terhadap orang lain.
3. Watak dan kepribadian, yaitu sikap
hati-hati menjadi cermat yang
berlebihan, cemas menjadi lekas panik, kurang percaya diri menjadi rawan,
penjengkel menjadi meledak-ledak.
berlebihan, cemas menjadi lekas panik, kurang percaya diri menjadi rawan,
penjengkel menjadi meledak-ledak.
Baron & Greenberg(dalam
Margiati,1999:71), mendefinisikan stres sebagai reaksi-reaksi emosional dan
psikologis yang terjadi pada situasi dimana tujuan individu mendapat halangan
dan tidak bisa mengatasinya.
Jadi dapat disimpulkan bahwa stres kerja adalah dikarenakan adanya
ketidakseimbangan antara karakteristik kepribadian karyawan dengan
karakteristik aspek-aspek pekerjaannya dan dapat terjadi pada semua kondisi
pekerjaan. Adanya beberapa atribut tertentu dapat mempengaruhi daya
tahan stres seorang karyawan.
tahan stres seorang karyawan.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa stres
kerja timbul karena tuntutan lingkungan dan tanggapan setiap individu dalam
menghadapinya dapat berbeda. Masalah Stres kerja di dalam organisasi perusahaan
menjadi gejala yang penting diamati sejak mulai timbulnya tuntutan untuk
efisien di dalam pekerjaan. Akibat adanya stres kerja tersebut yaitu orang
menjadi nervous, merasakan kecemasan yang kronis, peningkatan ketegangan pada
emosi, proses berifikir dan kondisi fisik individu.
D. Faktor-Faktor Penyebab Stres Kerja
Menurut (Robbin, 2003, pp. 794-798) penyebab stres itu ada 3 faktor yaitu:
1) Faktor Lingkungan
Ada beberapa faktor yang mendukung faktor
lingkungan. Yaitu:
a. Perubahan situasi bisnis yang menciptakan
ketidakpastian ekonomi. Bila perekonomian itu menjadi menurun, orang menjadi
semakin mencemaskan kesejahteraan mereka.
b. Ketidakpastian politik. Situasi politik
yang tidak menentu seperti yang terjadi di Indonesia, banyak sekali demonstrasi
dari berbagai kalangan yang tidak puas dengan keadaan mereka. Kejadian semacam
ini dapat membuat orang merasa tidak nyaman. Seperti penutupan jalan karena ada
yang berdemo atau mogoknya angkutan umum dan membuat para karyawan terlambat
masuk kerja.
c. Kemajuan teknologi. Dengan kemajuan
teknologi yang pesat, maka hotel pun menambah sistem baru. Yang membuat
karyawan harus mempelajari dari awal dan menyesuaikan diri dengan itu.
d. Terorisme adalah sumber stres yang
disebabkan lingkungan yang semakin meningkat dalam abad ke 21, seperti dalam
peristiwa penabrakan gedung WTC oleh para teroris, menyebabkan orang-orang
Amerika merasa terancam keamanannya dan merasa stres.
2) Faktor Organisasi
Banyak sekali faktor di dalam organisasi yang dapat menimbulkan stres.
Tekanan untuk menghindari kekeliruan atau menyelesaikan tugas dalam kurun waktu
terbatas, beban kerja berlebihan, bos yang menuntut dan tidak peka, serta rekan
kerja yang tidak menyenangkan. Dari beberapa contoh diatas, penulis
mengkategorikannya menjadi beberapa faktor dimana contoh-contoh itu terkandung
di dalamnya. yaitu:
a. Tuntutan tugas merupakan faktor yang
terkait dengan tuntutan atau tekanan untuk menunaikan tugasnya secara baik dan
benar.
b. Tuntutan peran berhubungan dengan tekanan
yang diberikan pada seseorang sebagai fungsi dari peran tertentu yang dimainkan
dalam organisasi itu. Konflik peran menciptakan harapan-harapan yang barangkali
sulit dirujukkan atau dipuaskan. Kelebihan peran terjadi bila karyawan
diharapkan untuk melakukan lebih daripada yang dimungkinkan oleh waktu.
Ambiguitas peran tercipta bila harapan peran tidak dipahami dengan jelas dan
karyawan tidak pasti mengenai apa yang harus dikerjakan.
c. Tuntutan antar pribadi adalah tekanan yang
diciptakan oleh karyawan lain.
Kurangnya dukungan sosial dari rekan-rekan dan hubungan antar pribadi yang buruk dapat menimbulkan stres yang cukup besar, khususnya di antara para karyawan yang memiliki kebutuhan sosial yang tinggi.
Kurangnya dukungan sosial dari rekan-rekan dan hubungan antar pribadi yang buruk dapat menimbulkan stres yang cukup besar, khususnya di antara para karyawan yang memiliki kebutuhan sosial yang tinggi.
d. Struktur Organisasi menentukan tingkat
diferensiasi dalam organisasi, tingkat aturan dan peraturan dan dimana
keputusan itu diambil. Aturan yang berlebihan dan kurangnya berpartisipasi
dalam pengambilan keputusan yang berdampak pada karyawan merupakan potensi
sumber stres.
3) Faktor Individu
Faktor ini mencakup kehidupan pribadi, yaitu:
a. Faktor persoalan keluarga. Survei nasional
secara konsisten menunjukkan bahwa orang menganggap bahwa hubungan pribadi dan
keluarga sebagai sesuatu yang sangat berharga. Kesulitan pernikahan, pecahnya
hubungan dan kesulitan disiplin anak-anak merupakan contoh masalah hubungan
yang menciptakan stres bagi karyawan dan terbawa ke tempat kerja.
b. Masalah Ekonomi. Diciptakan oleh individu
yang tidak dapat mengelola sumber daya keuangan mereka merupakan satu contoh
kesulitan pribadi yang dapat menciptakan stres bagi karyawan dan mengalihkan perhatian
mereka dalam bekerja.
c. Karakteristik kepribadian bawaan. Faktor
individu yang penting mempengaruhi stres adalah kodrat kecenderungan dasar
seseorang. Artinya gejala stres yang diungkapkan pada pekerjaan itu sebenarnya berasal
dari dalam kepribadian orang itu.
E. Mengantisipasi Stres Kerja
1. Merumuskan standar, criteria dan strategi
untuk mengatur muatan kerja agar benar-benar sesuai dengan kapabilitas dan
sumberdaya yang tersedia. Kalau kita menerima order yang deadline-nya begitu
menekan, sementara kita secara skill dan resource belum siap dan itu kita
“paksakan”, ya mau tidak mau akan menimbulkan stress. Untuk mengantisipasinya
berarti kita perlu mempersiapkan diri untuk memiliki kualitas yang sesuai
dengan standard demand yang sekiranya akan kita hadapi. Caranya, dengan meng-up
grade diri.
2. Merancang pekerjaan atau tugas yang
kira-kira menantang, memberikan nilai tambah, memberikan kesempatan orang untuk
mengaplikasikan keahliannya atau pengetahuan atau pengalaman. Bagaimana jika
pekerjaan yang ada saat ini adalah rutinitas yang itu-itu saja? Mungkin
pilihannya adalah memberi tantangan baru yang kira-kira bisa dicapai dan bisa
dijadikan bukti adanya perkembangan atau peningkatan.
3. Mempertegas peranan dan tanggung jawab
masing-masing orang agar tidak terjadi crowded atau overlapping. Ini bisa
dilakukan secara formal (kesepakatan baku) atau non-formal (catatan berdasarkan
perkembangan keadaan).
4. Memberi kesempatan berpartisipasi dalam
proses mengambil keputusan. Orang akan merasa bertanggung jawab apabila
dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan. Merasa bertanggung jawab adalah
bagian positif dari kejiwaan. Jiwa yang positif akan tidak mudah terkena stress
kerja.
5. Mengurangi berbagai bentuk komunikasi dan
informasi yang bisa menimbulkan kekacauan, ketakutan atau ketidakpastian.
6. Memberi ruang terjadinya proses keakraban
sosial di antara para pekerja, misalnya makan bareng, mengunjungi yang sakit,
mengadakan perlombaan, dan lain-lain
7. Menerapkan jam kerja yang compatibel dengan
tuntutan perubahan eksternal maupun tujuan yang ingin dicapai.
8. Menetapkan manajemen kinerja: memberi
reward kepada yang berprestasi dan menegur yang melanggar serta menyemangati
yang tertinggal. Jangan sampai kita bersikap acuh tak acuh pada yang berprestasi,
acuh tak acuh pula pada yang melanggar dan acuh tak acuh pula pada yang
tertinggal.
9. Menghargai kepentingan atau nilai-nilai
yang dianut individu selama tidak bertentangan dengan akal sehat secara umum,
misalnya memberikan hak istirahat bagi karyawan yang baru saja terkena musibah
semacam kematian keluarga
10. Menjaga keputusan dan aksi (implementasi)
agar sesuai dengan nilai-nilai yang dianut organisasi
11. Strategi
Manajemen Stres Kerja
Stres dalam pekerjaan dapat dicegah
timbulnya dan dapat dihadapi tanpa memperoleh dampaknya yang negatif. Manajemen
stres lebih daripada sekedar mengatasinya, yakni betajar menanggulanginya
secara adaplif dan efektif. Hampir sama pentingnya untuk mengetahui apa yang
tidak boleh dilakukan dan apa yang harus dicoba. Sebagian para pengidap stres
di tempat kerja akibat persaingan, sering melampiaskan dengan cara bekerja
lebih keras yang berlebihan. Ini bukanlah cara efektif yang bahkan tidak
menghasilkan apa-apa untuk memecahkan sebab dari stres, justru akan menambah masalah
lebih jauh. Sebelum masuk ke cara-cara yang lebih spesifik untuk mengatasi
stressor tertentu, harus diperhitungkan beberapa pedoman umum untuk memacu
perubahan dan penaggulangan. Pemahaman prinsip dasar, menjadi bagian penting
agar seseorang mampu merancang solusi terhadap masalah yang muncul terutama
yang berkait dengan penyebab stres dalam hubungannya di tempat kerja. Dalam
hubungannya dengan tempat kerja, stres dapat timbul pada beberapa tingkat,
berjajar dari ketidakmampuan bekerja dengan baik dalam peranan tertentu karena kesalahpahaman
atasan atau bawahan. Atau bahkan dari sebab tidak adanya ketrampilan (khususnya
ketrampilan manajemen) hingga sekedar tidak menyukai seseorang dengan siapa
harus bekerja secara dekat (Margiati, 1999:76).
Suprihanto dkk (2003:63-64) mengatakan
bahwa dari sudut pandang organisasi, manajemen mungkin tidak khawatir jika
karyawannya mengalami stresyang ringan. Alasannya karena pada tingkat stres
lertentu akan memberikan akibat positif, karena hal ini akan mendesak mereka
untuk melakukan tugas lebih baik. Tetapi pada tingkat stres yang tinggi atau
stres ringan yang berkepanjangan akan membuat menurunnya kinerja karyawan.
Stres ringan mungkin akan memberikan keuntungan bagi organisasi, tetapi dari
sudut pandang individu hal tersebut bukan merupakan hal yang diinginkan. Maka
manajemen mungkin akan berpikir untuk menibcrikan tugas yang menyertakan stress
ringan bagi karyawan untuk memberikan dorongan bagi karyawan, namun sebaliknya
itu akan dirasakan sebagai tekanan oleh si pekerja. Maka diperlukan pendekatan
yang tepat dalam mengelola stres, ada dua pendekatan, yaitu:
1) Pendekatan Individual
Seorang karyawan dapat berusaha sendiri
untuk mcngurangi level stresnya. Strategi yang bersifat individual yang cukup
efektif yaitu; pengelolaan waktu, latihan fisik, latihan relaksasi, dan
dukungan sosial. Dengan pengelolaan waktu yang baik maka seorang karyawan dapat
menyelesaikan tugas dengan baik, tanpaadanya tuntutan kerja yang tergesa-gesa.
Dengan latihan fisik dapat meningkatkan kondisi tubuh agar lebih prima sehingga
mampu menghadapi tuntutan tugas yangberat. Selain itu untuk mengurangi sires
yang dihadapi pekerja pcrlu dilakukan kegiatan-kegiatan santai. Dan sebagai
stratcgi terakhir untuk mengurangi stres adalah dengan roengumpulkan sahabat,
kolega, keluarga yang akan dapat memberikan dukungan dan saran-saran bagi
dirinya.
2) Pendekatan Organisasional
Beberapa penyebab stres adalah tuntutan
dari tugas dan peran serta struktur organisasi yang scmuanya dikendalikan oleh
manajemen, schingga faktor-faktor itu dapat diubah. Oleh karena itu
strategi-strategi yang mungkin digunakan oleh manajemen untuk mengurangi stres
karyawannya adalah melalui seleksi dan penempatan, penetapan tujuan, redesain
pekerjaan, pengambilan keputusan partisipatif, komunikasi organisasional, dan
program kesejahteraan. Melalui strategi tersebut akan menyebabkan karyawan
memperoleh pekerjaan yang sesuai dengan kemampuannya dan mereka bekerja untuk
tujuan yang mereka inginkan serta adanya hubungan interpersonal yang sehat
serta perawatan terhadap kondisi fisik dan mental.
Secara umum strategi manajemen stres
kerja dapat dikelompokkan menjadi strategi penanganan individual,
organisasional dan dukungan sosial (Margiati, 1999:77-78):
1) Strategi Penanganan Individual
Yaitu strategi yang dikembangkan secara
pribadi atau individual. Strategi individual ini bisa dilakukan dengan beberapa
cara, antara lain:
a.
Melakukan perubahan reaksi perilaku atau perubahan reaksi
kogtiitif.
Artinya, jika seorang karyawan merasa
dirinya ada kenaikan ketegangan, para karyawan tersebut seharusnya time out
terlebih dahulu. Cara time out ini bisa macam-macam, seperti istirahat sejenak
namun masih dalam ruangan kerja, keluar ke ruang istirahat (jika menyediakan),
pergi sebentar ke kamar kecil untuk membasuh muka air dingin atau berwudlu bagi
orang Islam, dan sebagainya.
b.
Melakukan reiaksasi dan meditasi.
Kegiatan relaksasi dan medilasi ini bisa
dilakukan di rumah pada malam hari atau hari-hari libur kerja. Dengan melakukan
relaksasi, karyawan dapat membangkitkan perasaan rileks dan nyaman. Dengan
demikian karyawan yang melakukan relaksasi diharapkan dapat mentransfer
kemampuan dalam membangkitkan perasaan rileks ke dalam perusahaan di mana
mereka mengalami situasi stres. Beberapa cara meditasi yang biasa dilakukan
adalah dengan menutup atau memejamkan mata, menghilangkan pikiran yang
mengganggu, kemudian perlahan-lahan mengucapkan doa.
c.
Melakukan diet dan fitnes.
Beberapa cara yang bisa ditempuh adalah mengurangi
masukan atau konsumsi garam dan makanan mengandung lemak, memperbanyak konsumsi
makanan yang bervitamin seperti buah-buahan dan sayur-sayuran, dan banyak
melakukan olahraga, seperti lari secara rutin, tenis, bulu tangkis, dan
sebagainya (Baron & Greenberg dalam Margiati, 1999:78).
2) Strategi-strategi Penanganan
Organisasional.
Strategi ini didesain oleh manajemen
untuk menghilangkan atau mengontrol penekan tingkat organisasional untuk
mencegah atau mengurangi stres kerja untuk pekerja individual.
Manajemen stres melalui organisasi dapat
dilakukan dengan :
a.
Menciptakan iklim organisasional yang mendukung. Banyak organisasi
besar saat ini cenderung memformulasi struktur birokratik yang tinggi dengan
menyertakan infleksibel, iktim impersonal. Ini dapat membawa pada stres kerja
yang sungguh-sungguh. Sebuah strategi pengaturan mungkin membuat struktur tebih
terdesentralisasi dan organik dengan pembuatan keputusan partisipatif dan
aliran komunikasi ke atas. Perubahan struktur dan proses struktural mungkin
menciptakan Iklim yang lebih mendukung bagi pekerja, memberikan mereka lebih
banyak kontrol terhadap pekerjaan mereka, dan mungkin mencegah atau mengurangi
stres kerja mereka.
b.
Memperkaya desain tugas-tugas dengan memperkaya kerja baik dengan
meningkatkan faktor isi pekerjaaan (seperti tanggung jawab, pengakuan, dan
kesempatan untuk pencapaian, peningkatan, dan pertumbuhan) atau dengan meningkatkan
karakteristik pekerjaan pusat seperti variasi skill, identitas tugas, Signifikansi
tugas, otonomi, dan timbal balik mungkin membawa pada pernyataan motivasional
atau pengalaman berani, tanggung jawab, pengetahuan hasil-hasil.
c.
Mengurangi konflik dan mengklarifikasi peran organisasional.
Konflik peran dan ketidakjelasan diidentifikasi lebih awal sebagai sebuah
penekan individual utama. Ini mengacu pada manajemen untuk mengurangi konflik
dan mengklarifikasi peran organisasional. Masing-masing pekerjaan mempunyai
ekspektansi yang jelas dan penting yang dia kerjakan. Sebuah strategi
klarifikasi peran memungkinkan seseorang mengambil sebuah peranan menemukan
sebuah catatan ekspektansi dari masingmasing pengirim peran. Catatan ini
kemudian akan dibandingkan dengan ekspektansi fokal seseorang, dan banyak
perbedaan akan secara terbuka didiskusikan untuk mengklarifikasi ketidakjelasan
dan negoisasikan untuk memecahkan konflik.
d.
Rencana dan pengembangan ja!ur karir dan menyediakan konseling.
Secara tradisional, organisasi telah hanya menunjukkan melalui kepentingan
dalam perencanaan karir dan pengembangan pekerja mercka. Individu dibiarkan
untuk memutuskan gerakan dan slrategi karir sendiri.
3) Strategi Dukungan Sosial.
Untuk mengurangi stres kerja, dibutuhkan
dukungan sosial terutama orang yang terdekat, seperti keluarga, teman sekerja,
pemimpin atau orang lain. Agar diperoleh dukungan maksimal, dibutuhkan komunikasi
yang baik pada semua pihak, sehingga dukungan sosial dapat diperoleh seperti
dikatakan Landy (dalam Margiati, 1999:78) dan Goldberger & Breznitz (dalam
Margiati, 1999:78).
Karyawan dapat mengajak berbicara orang
lain tentang masalah yang dihadapi, atau sctldaknya ada tempat mengadu atas
keluh kesahnya (Minner dalam Margiati, 1999:78).
Pendapat Keith Davis
& John W. Newstrom, (dalam Mangkunegara, 2002:157-158) yang mengemukakan
bahwa "Four approaches that of ten involve employee and management cooperation
for stres management are social support, meditation, biofeedback and personal
wellnes programs".
Ada empat pendekatan terhadap stres
kerja, yaitu:
1) Pendekatan dukungan sosial.
Pendekatan ini dilakukan melalui aktivitas yang bertujuan memberikan
kepuasan sosial kepada karyawan. Misalnya: game, dan bercanda.
2) Pendekatan melalui meditasi.
Pendekatan ini perlu dilakukan karyawan dengan cara berkonsentrasi
ke alam pikiran, mengcndorkan kerja otot, dan menenangkan emosi meditasi ini
dapat dilakukan selama dua periode. Meditasi biasa dilakukan di ruangan khusus.
Karyawan yang beragama Islam bias melakukannya .etelah shalat Dzuhur melalui
doa dan zikir kepada Allah SWT.
3) Pendekatan melalui biofeedback.
Pendekatan ini dilakukan melalui bimbingan medis. Melalui bimbingan
dokter, psikiater, dan psikolog, sehingga diharapkan karyawan dapat menghilangkan
stress yang dialaminya.
4) Pendekatan kesehatan pribadi.
Pendekatan ini merupakan pendekatan preventif sebelum terjadinya
stres. Dalam hal ini karyawan secara periode waktu yang kontinyu memeriksa
kesehatan, melakukan relaksasi otot, pengaturan gizi, dan olahraga secara
teratur.
Mendeteksi penyebab stres dan bentuk reaksinya, maka ada tiga pola
dalam mengatasi stres, yaitu: (Mangkunegara, 2002:158-159)
1) Pola sehat
Pola sehat adalah pola menghadapi stres yang terbaik yaitu dengan kemampuan
mengelola perilaku dan tindakan sehingga adanya stres tidak menimbulkan
gangguan, akan tetapi menjadi lebih sehat dan berkembang. Mereka yang tergolong
kelompok ini biasanya mampu mengelola waktu dan kesibukan dengan cara yang baik
dan teratur sehingga ia tidak perlu merasa ada sesuatu yang menekan, meskipun
sebenamya tantangan dan tekanan cukup banyak.
2) Pola harmonis
Pola harmonis adalah pola menghadapi stres dengan kemampuan mengelola
waktu dan kegiatan secara harmonis dan tidak menimbulkan berbagai hambatan.
Dengan pola ini, individu mampu mengendalikan berbagai kesibukan
dan tantangan dengan cara mengatur waktu secara teratur. Individu tersebut
selalu menghadapi tugas secara tepat, dan kalau perlu ia mendelegasikan
tugas-tugas tertentu kepada orang lain dengan memberikan kepercayaan penuh.
Dengan demikian, akan terjadi keharmonisan dan keseimbangan antara tekanan yang
diterima dengan reaksi yang diberikan. Demikian juga terhadap keharmonisan antara
dirinya dan lingkungan.
Untuk menghadapi stres dengan cara sehat atau harmonis, tentu
banyak hal yang dapat dikaji. Dalam menghadapi stres, dapat dilakukan dengan
tiga strategi, yaitu:
a.
Memperkecil dan mengendalikan sumber-sumber stres
Dalam strategi ini perlu dilakukan penilaian terhadap situasi
sumber-sumber stres, mengembangkan - alternatif tindakan, mengambil tindakan
yang dipandang paling tepat, mengambil tindakan yang lebih positif,
memaniaatkan umpan dan sebagainya.
b.
Menetralkan dampak yang ditimbulkan oleh stres
Dalam strategi ini perlu dilakukan dengan
mengendalikan berbagai reaksi baik jasmaniah, emosional, maupun bentuk-bentuk
mekanisme pertahanan diri.
Dalam membentuk mekanisme pertahanan diri
dapat dilakukan dengan berbagai cara. Misalnya menangis, menceritakan masalah
kepada orang lain, humor (melucu), istirahat dan sebagainya. Sedangkan dalam
menghadapi reaksi emosional, adalah dengan mengendalikan emosi secara sadar,
dan mendapatkan dukungan sosial dari lingkungan.
c.
Meningkatkan daya tahan pribadi.
Dalam strategi ini perlu dilakukan dengan memperkuat diri sendiri,
yaitu dengan lebih memahami diri, memahami orang lain, mengembangkan
ketrampilan pribadi, berolahraga secara teratur, beribadah, polapola kerja yang
teralur dan disiplin, mengembangkan tujuan dan nilai-nilai yang lebih
realistik.
3) Pola patologis.
Pola patologis adalah pola menghadapi stres dengan berdampak
berbagai gangguan fisik maupun sosial-psikologis. Dalam pola ini, individu akan
menghadapi berbagai tantangan dengan cara-cara yang tidak memiliki kemampuan dan
keteraturan mengelola tugas dan waktu. Cara ini dapat menimbulkan reaksireaksi yang
berbahaya karena bisa menimbulkan berbagai masalah-masalah yang buruk.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa terjadinya stres kerja adalah
dikarenakan adanya ketidakseimbangan antara karakteristik kepribadian karyawan dengan karakteristik aspek-aspek pekerjaannya dan dapat terjadi pada semua kondisi pekerjaan. Adanya beberapa atribut tertentu dapat mempengaruhi daya tahan stres seorang karyawan.
dikarenakan adanya ketidakseimbangan antara karakteristik kepribadian karyawan dengan karakteristik aspek-aspek pekerjaannya dan dapat terjadi pada semua kondisi pekerjaan. Adanya beberapa atribut tertentu dapat mempengaruhi daya tahan stres seorang karyawan.
Faktor-faktor di pekerjaan yang berdasarkan penelitian dapat menimbulkan
stres dapat dikelompokkan ke dalam lima kategori besar yaitu faktor-faktor
intrinsik dalam pekerjaan, peran dalam organisasi, pengembangan karir, hubungan
dalam pekerjaan, serta struktur dan iklim organisasi.
Stres dalam pekerjaan dapat dicegah timbulnya dan dapat dihadapi tanpa memperoleh
dampaknya yang negatif. Manajemen stres lebih daripada sekedar mengatasinya,
yakni belajar menanggulanginya secara adaplif dan efektif.
DAFTAR PUSTAKA
Drs. M.Manullang.Marlhot Manullang,SE,M.M.A.Manajemen Sumber Daya Manusia,BPFE-Yogyakarta.2001.yogyakarta
T Hani Handoko,Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia,BPFE-Yogyakarta.
Yogyakarta.2002